Kamis, 03 Maret 2011

Makalah Politik dalam ISlam

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
POLITIK DALAM ISLAM


Disusun Oleh :

Dian Rahmawati Trispa   : 1010411115


PROGRAM STUDI KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL (VETERAN)
JAKARTA
2010




KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat dan rahmatNya sehingga penulis bisa menyelesaikan makalah yang berjudulPOLITIK DALAM ISLAM”
Dalam penyusunan makalah ini penulis telah berusaha semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuan penulis. Namun sebagai manusia biasa,penulis tidak luput dari kesalahan dan kekhilafan baik dari segi tekhnik penulisan maupun tata bahasa. Tetapi walaupun demikian penulis berusaha sebisa mungkin menyelesaikan makalah ini meskipun tersusun sangat sederhana.
Kami menyadari tanpa kerja sama antara dosen pembimbing dan penulis serta beberapa kerabat yang memberi berbagai masukan yang bermanfaat bagi penulis demi tersusunnya makalah ini. Untuk itu penulis mengucapakan terima kasih kepada pihak yamg tersebut diatas yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk memberikan arahan dan saran demi kelancaran penyusunan makalah ini.
Demikian semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis dan para pembaca pada umumnya. Kami mengharapkan saran serta kritik dari berbagai pihak yang bersifat membangun.

Penulis






DAFTAR ISI

Kata Pengantar  ............................................................................  2
Daftar Isi ......................................................................................  3

BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .................................................................. 4
1.2  Rumusan masalah ...................................................................  6

BAB II. PEMBAHASAN
2.1     Pengertian Politik dan Politik dalam Islam.............................. 7
2.2     Konstribusi agama Islam .................................................... 9
2.3     Tersiaarnya Islam di Indonesia  ......................................... 11
2.4     Pergerakan Islam di Indonesia............................................ 12
2.5     Asas-Asas sistem politik.................................................... 13
2.6     Prinsip utama sistem politik  .............................................. 15
2.7 Tujuan politik dalam islam  ................................................. 17
2.8 Dasar politik dalam islam..................................................... 18
2.9 eksistensi islam ......................................................................... 21

BAB III. PENUTUP
3.1     Kesimpulan..................................................................... 25

CATATAN KAKI .............................................................................. 26
DAFTAR PUSTAKA........................................................................... 28





BAB I
PENDAHULUAN

1.1.         LATAR BELAKANG
Umat muslim, dalam hidupnya berpegang teguh pada Al Qur’an dan Al Hadist sebagai pedoman hidupnya. Dari kedua pedoman tersebut, umat muslim tidak perlu khawatir dalam menjalani persoalan hidup. Segala apa yang menjadi persoalan, solusi, peringatan, kebaikan dan ancaman termuat di dalam pedoman tersebut. Bahkan dalam Al Qur’an dan Al Hadist permasalahan politik juga tertuang didalamnya. Diantaranya membahas: prinsip politik islam, prinsip politik luar negeri islam. Baik politik luar negeri dalam keadaan damai maupun dalam keadaan perang.

           Prinsip-prinsip politik yang tertuang dalam Al Qur’an dan Al Hadist merupakan dasar politik islam yang harus diaplikasikan kedalam system yang ada. Diantaranya prinsip-prinsip politik islam tersebut :
1.      Keharusam mewujudkan persatuan dan kesatuan umat (Al Mu’min:52).
(52) وَ إِنَّ هذِهِ أُمَّتُكُمْ أُمَّةً واحِدَةً وَ أَنَا رَبُّكُمْ فَاتَّقُونِ َ
2.      Keharusan menyelesaikan masalah ijtihadnya dengan damai (Al Syura:38 dan Ali Imran:159)
(Al Syura:38) وَالَّذِينَ اسْتَجَابُوا لِرَبِّهِمْ وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَأَمْرُهُمْ شُورَى بَيْنَهُمْ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنفِقُونَ
3.      Ketetapan menunaikan amanat dan melaksanakan hukum secara adil (An Nisa:58)
(An Nisa:58) إِنَّ اللّهَ يَأْمُرُكُمْ أَن تُؤدُّواْ الأَمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُم بَيْنَ النَّاسِ أَن تَحْكُمُواْ بِالْعَدْلِ إِنَّ اللّهَ نِعِمَّا يَعِظُكُم بِهِ إِنَّ اللّهَ كَانَ سَمِيعاً بَصِيراً

4.      Kewajiban menaati Allah dan Rosulullah serta ulil amr (An Nisa:59)
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ أَطِيعُواْ اللّهَ وَأَطِيعُواْ الرَّسُولَ وَأُوْلِي الأَمْرِ مِنكُمْ فَإِن تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللّهِ وَالرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلاً

5.      Kewajiban mendamaikan konflik dalam agama islam (Al Hujarat:9)
وَإِن طَائِفَتَانِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ اقْتَتَلُوا فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا فَإِن بَغَتْ إِحْدَاهُمَا عَلَى الْأُخْرَى فَقَاتِلُوا الَّتِي تَبْغِي حَتَّى تَفِيءَ إِلَى أَمْرِ اللَّهِ فَإِن فَاءتْ فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا بِالْعَدْلِ وَأَقْسِطُوا إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ
6.      Kewajiban mempertahankan kedaulatan negara dan larangan agresi (Al Baqarah:190)
وَقَاتِلُواْ فِي سَبِيلِ اللّهِ الَّذِينَ يُقَاتِلُونَكُمْ وَلاَ تَعْتَدُواْ إِنَّ اللّهَ لاَ يُحِبِّ الْمُعْتَدِينَ
7.      Kewajiban mementingkan perdamaian dari pada musuh (Al Anfal:61)
وَإِن جَنَحُواْ لِلسَّلْمِ فَاجْنَحْ لَهَا وَتَوَكَّلْ عَلَى اللّهِ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ
8.      Keharusan meningkatkan kewaspadaan dalam pertahanan dan keamanan (Al Anfal:60)
وَأَعِدُّواْ لَهُم مَّا اسْتَطَعْتُم مِّن قُوَّةٍ وَمِن رِّبَاطِ الْخَيْلِ تُرْهِبُونَ بِهِ عَدْوَّ اللّهِ وَعَدُوَّكُمْ وَآخَرِينَ مِن دُونِهِمْ لاَ تَعْلَمُونَهُمُ اللّهُ يَعْلَمُهُمْ وَمَا تُنفِقُواْ مِن شَيْءٍ فِي سَبِيلِ اللّهِ يُوَفَّ إِلَيْكُمْ وَأَنتُمْ لاَ تُظْلَمُونَ
9.      Keharusan menepati janji (An Nahl:91)
وَأَوْفُواْ بِعَهْدِ اللّهِ إِذَا عَاهَدتُّمْ وَلاَ تَنقُضُواْ الأَيْمَانَ بَعْدَ تَوْكِيدِهَا وَقَدْ جَعَلْتُمُ اللّهَ عَلَيْكُمْ كَفِيلاً إِنَّ اللّهَ يَعْلَمُ مَا تَفْعَلُونَ
10.  Keharusan mengutamakan perdamaian diantara bengsa-bangsa (Al Hujarat:13)
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُم مِّن ذَكَرٍ وَأُنثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوباً وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
11.  Keharusan peredaran harta keseluruhan masyarakat (Al Hasyr:7)
مَّا أَفَاء اللَّهُ عَلَى رَسُولِهِ مِنْ أَهْلِ الْقُرَى فَلِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ وَلِذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَابْنِ السَّبِيلِ كَيْ لَا يَكُونَ دُولَةً بَيْنَ الْأَغْنِيَاء مِنكُمْ وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانتَهُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
12.  Keharusan mengikuti pelaksanaan hukum




1.2.   RUMUSAN MASALAH
1.2.1.      Apa pengertian Politik dalam Islam?
1.2.2.      Konstribusi apa yang dilakukan agama islam dalam kehidupan politik berbangsa dan bernegara?
1.2.3.      Bagaimana tersiarnya islam di ndonesia?
1.2.4.      Pergerakan apa saja yang berada di Indonesia?
1.2.5.      Apa saja asas-asas sistem politik dalam Islam?
1.2.6.      Apa saja prinsip-prinsip sistem politik?
1.2.7.      Apa tujuan politik dalam islam?
1.2.8.      Apa dasar-dasar politik dalam Islam?
1.2.9.      Apa eksistensi Islam dan Hukum islam dalam sistem hukum di Indonesia?






BAB II
PEMBAHASAN

2.1.PENGERTIAN POLITIK DAN POLITIK DALAM ISLAM
                 Pengertian politik berasal dari bahasa latin politicus dan bahasa yunani politicus,artinya (sesuatu yg) berhubungan dengan warga negara atau warga kota. Kedua kata itu berasal dari kata polis maknanya kota. Dalam kamus besar bahasa indonesia(1989),pengertian politik sebagai kata benda ada tiga. Jika dikaitkan dengan ilmu artinya :
1.      pengetahuam mengenai kenegaraan (tentang sistem pemerintahan,dasar-dasar pemerintahan)
2.      segala urusan dan tindakan(kebijaksanaan,siasat dan sebagainya)mengenai pemerintahan atau terhadap negara lain.
3.      kebijakan,cara bertindak (dalam menghadapi atau menangani suatu masalah).

Menurut miriam budiardjo (1993:8,9)  ada lima unsur sebagai konsep pokok dalam politik yaitu :
1.      negara
2.      kekuasaan
3.      pengambilan keputusan
4.      kebijaksanaan(kebijakan)
5.      pembagian dan penjatahan nilai-nilai dalam masyarakat.
Ke 5 unsur politik yg dikemukakannya itu berdasarkan definisi politik yg dirumuskannya.ia menyatakan bahwa “politik(politicus) adalah bermacam macam kegiatan dalam suatu sistem politik (atau negara) yg menyangkut proses menentukan tujuan-tujuan itu”. Untuk  melaksanakan tujuan-tujuan sistem politik itulah diperlukan kelima unsur di atas. Dan dari definisi yg dikemukannya,miriam budirdjo melihat kegiatan (politik) merupakan inti definisi politik.
 Di dalam bahasa Arab,kata tersebut yg berpola masdar (kata benda yg diturunkan dari kata kerja) dapat dipergunakan dalam arti perbuatan atau sifat. Dengan demikian, sebagai perbuatan hukum bermakna membuat atau menjalankan keputusan dan sebagai kata sifat kata itu merujuk pada sesuatu yg diputuskan yakni keputusan atau peraturan perundang-undangan seperti dikenal dalam bahasa indonesia mengenai(sebagian)arti perkataan hukum.disini jelas kelihatan hubungan al-hukum dengan konsep atau unsur politik yg telah dikemukakan di atas,dan kaitan kata itu dengan kkekuasaan politik. Wujud kekuasaan politik menurut agama dan ajaran islam adalah sebuah sistem poltik yg diselenggarakan berdasarkan dan menurut hukum allah yg terkandung dalam al-qur’an (Abd.Muin salim, 1994:161,293).
                  Jika kata hukum yg berasal dari kata kerja hakama yg terdapat dalam surut Al-Qalam (68):36,39 dan 48 dan kata hukum dalam surat Al-Maidah(5):50 dan 95 diperhatikan dengan seksama,jelas bahwa arti kata hukum dalam ayat-ayat itu tidak hanya bersandar pada tuhan, tetapi juga pada manusia. Ini berati bahwa menurut agama dan ajaran islam ada dua hukum.
                 Tujuan hidup manusia hanya dapat terwujud jika manusia mampu mengaktualisasikan hakikat keberadaannya sebagai makhluk utama yg bertanggung jawab atas tegaknya hukum tuhan dalam pembangunan kemakmuran di bumi untuk Al-Qur’an yg memuat wahyu Allah,menunjukan jalan dan harapan yakni :
1.      Agar manusia mewujudkan kehidupan yg sesuai dengan fitrah(sifat asal atau kesucian)nya
2.      mewujudkan kebajikan atau kebaikan dengan menegakan hukum
3.      memelihara dan memenuhi hak-hak masyarakat dan pribadi,dan pada saat yg sama memelihara diri atau membebaskan diri dari kekejian,kemunkaran dan kesewenangan-wenangan. Untuk itu di perlukan sebuah sistem politik sebagai sarana dan wahana (alat untuk mencapai tujuan).
 Manusia diciptakan Allah dengan sifat bawaan ketergantungan kepada-nya di samping sifat sifat keutamaan,kemampuan jasmani dan rohani yg memungkinkan ia melaksanakan fungsinya sebagai khalifah untuk memakmuran bumi. Namun demikian,perlu dikemukakan bahwa dalam keutamaan manusia itu terdapat pula keterbatasan atau kelemahannya. Karena kelemahannya itu,manusia tidak mampu mempertahankan dirinya kecuali dengan bantuan Allah.
Bahwa konsep sistem politik islam adalah konsep poltik yg bersifat majemuk. Sebabnya, karena sistem poltik islam lahir dari pemahaman atau penafsiran seseorang terhadap Al-Qur’an berdasarkan kondisi kesejarahan dan konteks persoalan masyarakat para pemikir politik. Namun demikian adalah naif(tidak masuk akal) kalau ada pendapat yg mengatakan bahwa islam yg telah membuat sejarah selama lima belas abad tidak mempunyai sistem politik hasil pemikiran para ahlinya. Di dalam kepustakaan dapat dijumpai pemikiran politik yg dikembangkan oleh golongan khawarij,syi’ah,muktazilah. Di kalangan sunni terdapat juga pemikiran poltik baik di zaman klasik maupun di abad pertengahan tentang proses terbentuknya negara,unsur-unsur dan sendi-sendi negara,eksistensi lembaga pemerintahan,pengangkatan kepala negara,syarat-syarat(menjadi)kepala negara,tujuan dan tugas pemerintahan,pemberhentian kepala negara,sumber kekuasaan,bentuk pemerintahan.

2.2.  KONTRIBUSI AGAMA ISLAM DALAM KEHIDUPAN POLITIK BERBANGSA DAN BERNEGARA
1.      Politik ialah : Kemahiran
2.      Menghimpun kekuatan
3.      Meningkatkan kwantitas dan kwalitas kekuatan
4.      Mengawasi kekuatan dan,
5.      Menggunakan kekuatan,untuk mencapai tujuan kekuasaan tertentu didalam negara atau institut lainnya.
Beberapa tokoh memberikan pengertian tentang politik
1)   Menurut Ruslan Abd.Gani,dalam bukunya “politik dan ilmu “tanpa tahun p.5. “perjuangan poltik bukan selalu,tetapi seringkali,malahan politik adalah seni tentang yg mungkin dan tidak mungkin. Sering pula diartikan adalah pembentukan dan penggunaan kekuatan”.
2)    Jhan Kaspar Blunt Schli,teoti of the state,oxford,1935,pl. “politicas is more of an art than a science and has to do with the partical conduct or guidance of the state”.
3)    Menurut : F.Isywara,dalam pengantar ilmu politik,bandung 1967.p.37,38,a.1 mencatat beberapa arti tentang politik diantaranya:
a         Politik tidak lain,dari pada perjuangan kekuasaan
b        politik adalah jalan kekuasaan
c         problem sentral dari pada politik adalah : distribusi kekuasaan dan kontrol kekuasaan. Politik adalah mencari kekuasaan,sedangkan hubungan politik adalah kekuaaan,actua; atau potensial.
d        ilmu politik itu adalah : studi tentang pengaruh dan yg berpengaruh. Adapun yg berpengaruh itu adalah mereka yg memperoleh sebanyak banyaknya yg dapat diperoleh adalah deprence,income,safety (kehormatan,penghasilan dan keselamatan).
e         ilmu politik adalah : studi tentang kontrol, yaitu tindakan kontrol manusia dan kontrol masyarakat.
f         politik adalah : perjuangan untuk memperoleh kekuasaan atau “teknik menjalankan kekuasaan atau”masalah masalah pelaksanaan dan kontrol kekuasaan”,atau”pembentukan kekuasaan”.

Bicara politik erat kaitannya dengan negara,
 Negara adalah organisasi territorial suatu (beberapa) bangsa yg mempunyai kedaulatan. Negara adalah institut(institution) suatu atau (bebrapa) bangsa yg berdiam dalam suatu daerah teritorial tertentu dengan fungsi menyelenggarakan kesejahteraan bersama,baik materi maupu n spiritual.
Negara adalah organisasi bangsa. Organisasi adalah organ (badan atau alat) untuk mencapai tujuan. Jadi negara itu bukanlah tujuan,apabila bagi setiap muslim.bagi setiap muslim negara itu alat untuk merealisasiakan fungsi khalifah (fungsi kekhalifahan) dan tugas ibadah (dalam arti seluas luasnya) kepada Allah swt.
Didalam rangka memafa’atkan negara sebagai media amanat khalifah dan sebagai alat pengabdian kepada Allah swt.,maka disini dapat kita mengambil kesimpulan :
a         politik adalah suatu aspek penting,bukan satu satunya aspek terpenting,dalam perjuangan umat islam
b        berjuang tidak identik dengan berpolitik
c         berpolitik tidak identik dengan berpolitik praktis.
d        politik bukan sentral perjuangan umat islam
e         partai politik islam bukan panglima perjuangan umat islam


2.3. TERSIARNYA ISLAM DI INDONESIA
1.      Masuknya Islam ke Indonesia
1.1. Waktu;
Pada baris besarnya ada dua pendapat tentang mula pertama islam masuk ke Indonesia:
a         pendapat lama : Abad ke 13 Masehi. Dikemukakan oleh para sarjana lama, antara lain N.H KROM dan VAN DEN BERG. Ternyata  pendapat lama tersebut mendapat sanggahan dan bantahan.
b        Pendapat baru: Abad ke 7-8 Masehi. Para pendapat baru ini antara lain H. AGUS SALIM, H.ZAINAL ARIFIN ABBAS ; SAYEPALWI BIN TAHIR AL-HADAD , H.M.ZAINUDDIN, HAMKA, NJUNED PARIDURI, T.W.ARNOLD.

1.2. Tempat asal Penyebaran Islam:
Ada tiga pendapat mengenai tempat asal penyebaran Islam ke Indonesia:
a         India (pendapat: SNOUCK HURGRONJ, H, KERAEMER & VAN DEN BERG)
b        Persia (pendapat P.A HOESAIN DJAJANINGRAT)
c         Arab , Mekah (pendapat Buya HAMKA)


1.3. Penyebar Islam :
Ada dua pendapat tentang para penyebar Islam ke Indonesia:
a.      Disebarkan oleh para saudagar muslim (MOEN:saudagar persia, HUSEN NAINAR; saudagar India; HAMKA: saudagar Arab)
b.      Disebarkan oleh para Mubaligh Muslim (SAYYIR ALWI, VAN DEN BERG)

2.4.  BEBERAPA PERGERAKAN ISLAM DI INDONESIA
·         Ada pergerakkan sosial (yang bergerak dibidang kesosialan dalam Islam). Dan untuk kepentingan Da’wah dan pendidikan Islam agar tersebar luas kemasyarakat.
·         Ada pergerakkan politik untuk  menghimpun kekuatan agar berkwantitas dan berkwalitas.

1.      Beberapa Pergerakkan Sosial yang Berdiri untuk Kepentingan Ummat, anatara lain :
1.1. Pada tanggal 16 Oktober 1905, H. Samanhudi mendirikan: Sarekat dagang Islam
1.2. Pada tahun 1905 itupun berdiri Al- Jami’atul-Khairiah
1.3.Pada tahun 1911, SDI menjadi Sarekat Islam (S.I)
1.4. Pada tanggal. 18 November 1912 Kiai Haji Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah, dasar gerakan ini adalah Al-Quran dan As Sunnah, anti taqlidisme, menentang bid’ah dalam agama. Sedangkan untuk kaum wanita Muhammadiyah yaitu: Aisyah. Para pemimpin Muhammadiyah antara lain: K.Mas Mansur, Kibagus Hadikusumo, AR. Sutan Mansur, KH. Fakih Usman, K. Junus Anis, AR Fachruddin, Prof. Dr.H.M Rasyidi, Nurdin, Dr. Abu Bakar Atjeh, Dr. HAMKA, Prof Kahar Muzakir, Mr Kasman Singodimejo.
1.5. Syeh Ahmad Syurkati mendirikan gerakan Al-Irsyad
1.6. A. Hasan & KH. Zamzam mendirikan Persatuan Islam(Persisi), tgl 17 September 1923 di Bandung, dengan tujuan berlakunya hukum-hukum dari ajaran Islam yang berdasarkan Al-Quran dan As-Sunnah. Usahanya terutama membasmi bid’ah, khurafat tahayul taqlid dan syirik di kalangan umat islam, memperluas tabligh dan da’wah islamiah para pemimpin lainnya dilingkungan persis al: K.H Ma’um, KH. Munawar

2.      Pergerakan Politik
2.1. Sarekat islam, menjadi Partai Syarekat Islam, pada tahun 1923
 2.2. Partai Syarekat Islam (P.S.I) menjadi Partai Syarekat Islam Hindia Timur
 2.3. Pada tahun 1930, partai Syarikat Islam Hindia Timur.
 2.4. Permi (Persatuan Muslimin Indonesia) didirikan sesudah Thawalib Sumatera
 2.5. Partai Arab Indonesia di bawah pimpinan A.R. Baswedan, berjuang untuk kepentingan Tanah Air dan Bangsa Indonesia.


2.5.  ASAS-ASAS SISTEM POLITIK ISLAM
1. Hakimiyyah Ilahiyyah
Hakimiyyah atau memberikan kuasa pengadilan dan kedaulatan hukum tertinggi dalam sistem politik Islam hanyalah hak mutlak Allah.
Dan Dialah Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, bagi-Nyalah segala puji di dunia dan di akhirat, dan bagi-Nyalah segala penentuan dan hanya kepada-Nyalah kamu dikembalikan. (Al-Qasas: 70)
Hakimiyyah Ilahiyyah membawa pengertian-pengertian berikut:
·         Bahawasanya Allah Pemelihara alam semesta yang pada hakikatnya adalah Tuhan yang menjadi pemelihara manusia, dan tidak ada jalan lain bagi manusia kecuali patuh dan tunduk kepada sifat IlahiyagNya Yang Maha Esa
·         Bahawasanya hak untuk menghakimi dan meng adili tidak dimiliki oleh sesiap kecuali Allah
·         Bahawasanya hanya Allah sahajalah yang memiliki hak mengeluarkan hukum sebab Dialah satu-satuNya Pencipta
·         Bahawasanya hanya Allah sahaja yang memiliki hak mengeluarkan peraturan-peraturan sebab Dialah satu-satuNya Pemilik
·         Bahawasanya hukum Allah adalah suatu yang benar sebab hanya Dia sahaja yang Mengetahui hakikat segala sesuatu dan di tanganNyalah sahaja penentuan hidayah dan penentuan jalan yang selamat dan lurus
Hakimiyyah Ilahiyyah membawa erti bahawa teras utama kepada sistem politik Islam ialah tauhid kepada Allah di segi Rububiyyah dan Uluhiyyah.
2. Risalah
Risalah bererti bahawa kerasulan beberapa orang lelaki di kalangan manusia sejak Nabi Adam hingga kepada Nabi Muhammad s.a.w adalah suatu asas yang penting dalam sistem politik Islam. Melalui landasan risalah inilah maka para rasul mewakili kekuasaan tertinggi Allah dalam bidang perundangan dalam kehidupan manusia. Para rasul meyampaikan, mentafsir dan menterjemahkan segala wahyu Allah dengan ucapan dan perbuatan.
Dalam sistem politik Islam, Allah telah memerintahkan agar manusia menerima segala perintah dan larangan Rasulullah s.a.w. Manusia diwajibkan tunduk kepada perintah-oerintah Rasulullah s.a.w dan tidak mengambil selain daripada Rasulullah s.a.w untuk menjadi hakim dalam segala perselisihan yang terjadi di antara mereka. Firman Allah:
Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya yang berasal dari penduduk kota-kota maka adalah untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah; dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya. (Al-Hasyr: 7)
Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya. (An-Nisa’: 65)

3. Khilafah
Khilafah bererti perwakilan. Kedudukan manusia di atas muka bumi ini adalah sebagai wakil Allah. Oleh itu, dengan kekuasaan yang telah diamanahkan ini, maka manusia hendaklah melaksanakan undang-undang Allah dalam batas yang ditetapkan. Di atas landasan ini, maka manusia bukanlah penguasa atau pemilik tetapi hanyalah khalifah atau  wakil Allah yang menjadi Pemilik yang sebenar.
Kemudian Kami jadikan kamu pengganti-pengganti (mereka) di muka bumi sesudah mereka, supaya Kami memperhatikan bagaimana kamu berbuat. (Yunus: 14)
Seseorang khalifah hanya menjadi khalifah yang sah selama mana ia benar-benar mengikuti hukum-hukum Allah. Ia menuntun agar tugas khalifah dipegang oleh orang-orang yang memenuhi syarat-syarat berikut:
·         Terdiri daripada orang-orang yang benar-benar boleh menerima dan mendukung prinsip=prinsip tanggngjawab yang terangkum dalam pengertian kkhilafah
·         Tidak terdiri daripada orang-orang zalim, fasiq, fajir dan lalai terhadap Allah serta bertindak melanggar batas-batas yang ditetapkan olehNya
·         Terdiri daripada orang-orang yang berilmu, berakal sihat, memiliki kecerdasan, kearifan serta kemampuan intelek dan fizikal
·         Terdiri daripada orang-orang yang amanah sehingga dapt dipikulkan tanggungjawab kepada mereka dengan yakin  dan tanpa keraguan

 2.6. PRINSIP-PRINSIP UTAMA SISTEM POLITIK
·         Musyawarah
Asas musyawarah yang paling utama adalah berkenaan dengan pemilihan ketua negara dan orang-orang yang akan menjawat tugas-tugas utama dalam pentabiran ummah. Asas musyawarah yang kedua adalah berkenaan dengan penentuan jalan dan cara pelaksanaan undang-undang yang telah dimaktubkan di dalam Al-Quran dan As-Sunnah. Asas musyawarah yang seterusnya ialah berkenaan dengan jalan-jalan bagi menetukan perkara-perkara baru yang timbul di kalangan ummah melalui proses ijtihad.
·         Keadilan
Prinsip ini adalah berkaitan dengan keadilan sosial yang dijamin oleh sistem sosial dan sistem ekonomi Islam. Dalam pelaksanaannya yang luas, prinsip keadilan yang terkandung dalam sistem politik Islam meliputi dan merangkumi segala jenis perhubungan yang berlaku dalam kehidupan manusia, termasuk keadilan di antara rakyat dan pemerintah, di antara dua pihak yang bersengketa di hadapan pihak pengadilan, di antara pasangan suami isteri dan di antara ibu bapa dan anak-anaknya. Kewajiban berlaku adil dan menjauhi perbuatan zalim adalah di antara asas utama dalam sistem sosial Islam, maka menjadi peranan utama sistem politik Islam untuk memelihara asas tersebut. Pemeliharaan terhadap keadilan merupakan prinsip nilai-nilai sosial yang utama kerana dengannya dapat dikukuhkan kehidupan manusia dalam segala aspeknya.
·         Kebebasan
Kebebasan yang diipelihara oleh sistem politik Islam ialah kebebasan yang berteruskan kepada makruf dan kebajikan. Menegakkan prinsip kebebasan yang sebenarnya adalah tujuan terpenting bagi sistem politik dan pemerintahan Islam serta menjadi asas-asas utama bagi undang-undang perlembagaan negara Islam.
·         Persamaan
Persamaan di sini terdiri daripada persamaan dalam mendapatkan dan menuntut hak, persamaan dalam memikul tanggungjawab menurut peringkat-peringkat yang ditetapkan oleh undang-undang perlembagaan dan persamaan berada di bawah kuatkuasa undang-undang.

·         Hak menghisab pihak pemerintah
Hak rakyat untuk menghisab pihak pemerintah dan hak mendapat penjelasan terhadap tindak tanduknya. Prinsip ini berdasarkan kepada kewajipan pihak pemerintah untuk melakukan musyawarah dalam hal-hal yang berkaitan dengan urusan dan pentadbiran negara dan ummah. Hak rakyat untuk disyurakan adalah bererti kewajipan setiap anggota dalam masyarakat untuk menegakkan kebenaran dan menghapuskan kemungkaran. Dalam pengertian yang luas, ini juga bererti bahawa rakyat berhak untuk mengawasi dan menghisab tindak tanduk dan keputusan-keputusan pihak pemerintah.

2.7.  TUJUAN POLITIK DALAM ISLAM
Tujuan sistem politik Islam adalah untuk membangunkan sebuah sistem pemerintahan dan kenegaraan yang tegak di atas dasar untuk melaksanakan seluruh hukum syariat Islam.  Tujuan utamanya ialah menegakkan sebuah negara Islam atau Darul Islam.  Dengan adanya pemerintahan yang mendukung syariat, maka akan tertegaklah  Ad-Din dan berterusanlah segala urusan manusia menurut tuntutan-tuntutan Ad-Din tersebut. Para fuqahak Islam telah menggariskan 10 perkara penting sebagai tujuan kepada sistem politik dan pemerintahan Islam:
1.      Memelihara keimanan menurut prinsip-prinsip yang telah disepakati oleh ulamak salaf daripada kalangan umat Islam
2.      Melaksanakan proses pengadilan dikalangan rakyat dan menyelesaikan masalah dikalangan orang-orang yang berselisih
3.      Menjaga keamanan daerah-daerah Islam agar manusia dapat hidup dalam keadaan aman dan damai
4.      Melaksanakan hukuman-hukuman yang telah ditetapkan syarak demi melindungi hak-hak manusia
5.      Menjaga perbatasan negara dengan pelbagai persenjataan bagi menghadapi kemungkinan serangan daripada pihak luar
6.      Melancarkan jihad terhadap golongan yang menentang Islam
7.      Mengendalikan urusan pengutipan cukai, zakat, dan sedekah sebagaimana yang ditetapkan syarak
8.      Mengatur anggaran belanjawan dan perbelanjaan daripada perbendaharaan negara agar tidak digunakan secara boros atau kikir
9.      Melantik pegawai-pegawai yang cekap dan jujur bagi mengawal kekayaan negara dan menguruskan hal-ehwal pentadbiran negara
10.  Menjalankan pengawalan dan pemeriksaan yang rapi dalam hal-ehwal awam demi untuk memimpin negara dan melindungi  Ad-Din

2.8.  DASAR-DASAR POLITIK DALAM ISLAM
Nilai-nilai dasar politik dalam AL Qur’an dan Al Hadist
A.    Al-Qur’an
1.      Kemestian mewujudkan persatuan dan kesatuan ummat.
“Sesungguhnya (agama Tauhid) ini, adalah agama kamu semua, agama yang satu, dan aku adalah Tuhanmu, Maka bertakwalah kepada-Ku.” (Al-Mu’minun:52).
(52) وَ إِنَّ هذِهِ أُمَّتُكُمْ أُمَّةً واحِدَةً وَ أَنَا رَبُّكُمْ فَاتَّقُونِ َ
2.      Kemestian bermusyawarah dalam menyelesaikan masalah ijtihadiyah.
“Dan Dialah yang menurunkan hujan sesudah mereka berputus asa dan menyebarkan rahmat-Nya. dan Dialah yang Maha pelindung lagi Maha Terpuji.” (Al-Syura: 38)
(Al Syura:38) وَالَّذِينَ اسْتَجَابُوا لِرَبِّهِمْ وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَأَمْرُهُمْ شُورَى بَيْنَهُمْ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنفِقُونَ

3.      “ Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu Berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.” (Ali Imran : 159).


4.      Kemestian menunaikan amanat dan menetapkan hukum secara adil.
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha melihat.” (Al-Nisa : 58).
5.      Kemestian mentaati Allah dan Rasulullah serta Uli al-Amri
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (Al-Nisa : 59).
6.      Kemestian mendamaikan konflik antar kelompok dalam Masyarakat Islam
Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu damaikan antara keduanya! tapi kalau yang satu melanggar Perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar Perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada perintah Allah. kalau Dia telah surut, damaikanlah antara keduanya menurut keadilan, dan hendaklah kamu Berlaku adil; Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang Berlaku adil. (Al-Hujurat : 9)”

B.     Al Hadist
1.      keharusan mengangkat pemimpin
Dari Abu Hurairah r.a. telah bersabda Rasulullah saw.: “Apabila tiga orang keluar untuk bepergian, maka hendaknya salah seorang diantara mereka menjadi pemimpin mereka”. (H.R. Abu Dawud)
dari Abdullah bin Umar, sesungguhnya Rasulullah saw. bersabda: “Tidak boleh bagi orang yang berada di ttempat terbuka di muka bumi ini, kecuali salah seorang  diantara mereka menjadi pemimpinnya” . (H.R. Ahmad).
2.      Kemestian pemimpin untuk bertanggung jawab atas kepemimpinannya.
Dari Ibnu Umar r.a, telah bersabda Rasulullah saw. : “Setiap kamu adalah pemimpin dan setiap pemimpin itu bertanggung jawab atas yang dipimpinnya. Seorang imam yang menjadi pemimpin rakyat bertanggung jawab terhadap rakyatnya dan setiap suami bertanggung jawab atas rumah tangganya”. (H.R. Bukhari dan Muslim).
3.      Kemestian menjadikan kecintaan dalam persaudaraan sebagai dasar hubungan timbal balik antara pemimpin dengan pengikut.
Dari Auf bin Malik, telah bersabda Rasulullah saw. : “pemimpin yang baik adalah pemimpin yang mencintai kamu dan kamu mencintainya, mendo’akan kamu dan kamu mendo’akan mereka, sedangkan pemimpin yang jelek adalah pemimpin yang kamu benci dan mereka membenci kamu, kamu melaknat mereka dan mereka melaknat kamu.” (H.R. Muslim).
4.       Kemestian pemimpin berfungsi sebagai perisai.
Dari Abu Hurairah, telah bersabda Rasulullah saw: “Sesungguhnya pemimpin itu ibarat perisai yang dibaliknya digunakan untuk berperang dan berlindung. Apabila pemimpin memerintah berdasarkan ketakwaan terhadap Allah ‘Azza wa Jalla dan berlaku adil, maka baginya ada pahala, apabila memerintah dengan dasar selain itu, maka dosanya akan dibalas” . (H.R. Muslim).
5.      Kemestian pemimpin untuk berlaku adil.
Dari Abu Hurairah, telah bersabda Rasulullah saw.: “Ada tujuh golongan yang dinaungi Allah swt. dibawah naungan-Nya pada hari kiamat dan tidak ada naungan kecuali naungan-Nya, yang pertama adalah imam yang adil … “. (H.R. Bukhari Muslim)

2.9. Eksistensi Islam dan Hukum Islam dalam Sistem Hukum di Indonesia
Membahas mengenai kehidupan beragama dalam perspektif konstitusi dapat dijelaskan bahwa setiap warga negara wajib untuk memeluk dan menjalankan agama, termasuk Agama Islam. Hal ini menjadi suatu konsekuensi bagi pemeluk agama yang bersangkutan wajib menjalankan syariat agama. Apabila seseorang beragama Islam atau menyatakan diri beragama Islam, maka dia harus tunduk pada aturan Islam,[17] bukan justru dia hanya mengaku beragama Islam tanpa melaksanakan kewajibannya sebagai umat Islam dengan sungguh-sungguh.[18] Pengertian hak beragama hanya mengenai hak untuk menjalankan salah satu agama yang berlaku di Indonesia. Sehingga dalam tataran implementasi mengenai kehidupan beragama perlu adanya aktualisasi mengenai nilai-nilai kebebasan yang ada[19] untuk memberikan pencerahan makna yang terkandung di dalam UUD 1945.
Penekanan kewajiban untuk menjalankan agama yang diyakini (dalam hal ini adalah Islam) dibuktikan dengan menjalankan Rukun Islam dan Rukun Iman. Sehingga apabila prinsip beragama dalam perspektif konstitusi diartikan secara seimbang antara hak dan kewajiban,[20] maka akan mudah bisa mewujudkan ketertiban hukum, kehidupan yang saling toleransi, dan ketentraman.
Selanjutnya mengenai Islam dalam perspektif konstitusi, secara yuridis konstitusional UUD 1945 memproteksi hak warga negara mengenai kebebasan bagi pemeluk Agama Islam untuk menjalankan kewajibannya berdasarkan syariat Islam. Eksistensi ideologi Islam secara expressiv verbis terdapat pada Pembukaan UUD 1945 sekaligus sebagai Pancasila yaitu, “Ketuhanan yang Maha Esa” yang terkesan mengutip ayat pada Q.S. Al Ihlas pada ayat (1) yaitu قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ ” ” yang berarti “katakanlah bahwa Allah adalah Tuhan Yang Maha Esa”. Lebih lanjut pada Pasal 29 ayat (1) UUD 1945 disebutkan yaitu “Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa”.[21] Sehingga dapat disimpulkan bahwa UUD 1945 mempunyai nilai keislaman yan tinggi yang berhubungan dengan aqidah (keyakinan) dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia.
Sila “Ketuhanan Yang Maha Esa” mencerminkan sifat bangsa kita yang percaya bahwa terdapat kehidupan lain di masa nanti setelah kehidupan kita di dunia sekarang. Ini memberi dorongan untuk mengejar nilai-nilai yang dianggap luhur yang akan membuka jalan bagi kehidupan yang baik di masa nanti.[22]
Di samping itu, dalam perspektif konstitusi terdapat keseimbangan mengenai hubungan negara, hukum, dan agama. Agama sebagai komponen pertama berada pada posisi lingkaran yang terdalam, terbukti prinsip ketuhanan menjadi sila yang pertama dalam Pancasila.
Prinsip-prinsip Hukum Islam yang dijadikan landasan  ideal fiqih sebagimana dikatakan oleh Juhaya S. Pradja yaitu:
1.      Prinsip tauhidullah,
2.      Prinsip insaniyah,
3.      Prinsip tasamuh,
4.      Prinsip ta’awun,
5.      Prinsip silaturahim bain annas,
6.      Prinsip keadilan, dan
7.      Prinsip kemaslahatan.
Selanjutnya menurut Muhammad Thahir Azhary, Agama Islam dalam sistem hukum nasional terdapat berbagai relevansi hukum, baik dalam bentuk konsep maupun praktik hukum yang ada, yaitu sebagai berikut:
1.      prinsip permusyawaratan, di dalam Alquran terdapat dua ayat yang menggariskan prinsip musyawarah sebagai salah satu prinsip dasar nomokrasi (negar hukum) yang mempunyai relevansi dengan hukum di Indonesia, yaitu terdapat pada Q.S. Al Syura ayat (38),وَأَمْرُهُمْ شُورَىٰ بَيْنَهُمْ . ayat ini menggambarkan bahwa dalam setiap persoalan yang menyangkut masyarakat atau kepentingan umum, Nabi selaku mengambil keputusan setelah melakukan musyawarah dengan para sahabatnya. Selanjutnya dijelaskan pula dalam Q.S. Ali Imran ayat (159), yaitu; “وَشَاوِرْهُمْ فِي الْأَمْرِ” yang berarti “dan bermusyawarahlah engkau dalam setiap setiap urusan”. Ketentuan dalan surat tersebut mempunyai relevansi dengan sila keempat pada  Pancasila yang menyangkut mengenai permusyawaratan.

2.      prinsip keadilan, prinsip keadilan merupakan prinsip ketiga dalam hukum Islam. Perkataan adil (al ‘adl, al qisth, dan al mizan) menempati urutan ketiga yang paling banyak disebut di dalam Alquran setelah kata “Allah” dan “ilmu pengetahuan”. Sehingga disimpulkan bahwas Islam mengajarkan manusia di duia untuk selalu berbuat adil[24] dengan mengedepankan integritas yang tinggi. Lebih lanjut isebutkan dalam Q.S. Annisa’ ayat (135) berbunyi “يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ بِالْقِسْطِ شُهَدَاءَ لِلَّهِ وَلَوْ عَلَىٰ أَنفُسِكُمْ أَوِ الْوَالِدَيْنِ وَالْأَقْرَبِينَ” yang berarti “Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu benar-benar menjadi penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah, biarpun terhadap dirimu sendiri, atau ibu-bapak dan kerabatmu”.[25] Secara konstitusional konsep dan prinsip keadilan dapat ditemukan pada sila ke lima pada Pancasila, yang menjadi landasan dasar dari tujuan dan cita-cita-cita negara (staatsidee) sekaligus sebagai landasan filosofis negara (filosofische grondslag).

3.      Prinsip persamaan atau kesetaraan[26] dan hak asasi manusia, prinsip persamaan dalam hukum Islam mencakup persamaan dalam segala bidang termasuk di bidang politik, hukum dan sosial. Perdamaan di bidang hukum memberikan jaminan akan perlakuan dan perlindungan hukum yang sama[27] terhadap semua orang tanpa memandang kedudukan asalnya (original position). Prinsip persamaan, termasuk prinsip kebabasan yang sama tercermin dari adanya ketentuan mengenai hak dan kebebasan warga negara (constitutional rights and fredoms of citizens). Berkaitan dengan hak kesetaraan hukum antara pria dan wanita (gender) dapat ditemukan pada Pasal 27 ayat (1), 28D ayat (1) UUD 1945 Pasca amandemen.[28] Dalam Q.S. Al Baqarah ayat (228) disebutkan “وَبُعُولَتُهُنَّ أَحَقُّ بِرَدِّهِنَّ فِي ذَ‌ٰلِكَ إِنْ أَرَادُوا إِصْلَاحًا . وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ” yaitu para perempuan mempunyai hak yang setara dengan kewajibannya menurut cara yang makruf.

4.      Prisip peradilan yang bebas, yaitu peradilan yang berguna memberikan keadilan bagi para pencari keadilan (justiciabelen)[29]. Justice Abu Hanifah berpendapat bahwa kekuasaan kehakiman harus kebebasan dari segala macam bentuk pressure (tekanan) dan campur tangan kekuasaan eksekutif. Bahkan kebebasan tersebut mencakup pula wewenang hakim untuk menjatuhkan putusan pada seseorang penguasa apabila ia melaggar hak-hak rakyat.[30] Prinsip peradilan yang bebas dijelaskan dalam Q.S. An nisaa ayat (58) yang berbunyi “وَإِذَا حَكَمْتُم بَيْنَ النَّاسِ أَن تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ” yang berarti “Bila kamu menetapkan hukum di antara manusia maka hendaklah kamu tetapkan dengan adil”. Dalam bidang justisial, secara normatif mewajibkan tercantum kata “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”[31] pada setiap putusan hakim. Di samping itu, mengenai peradilan terdapat pengakuan eksistensi terhadap Peradilan Agama sebagai peradilan yang independen.[32] Peradilan agama merupakan peradilan bagi orang-orang Islam dengan kewenangan memeriksa, mengadili, memutus, dan menyelesaikan perkara perdata antara orang Islam.[33]

5.      Prinsip kesejahteraan, dalam prinsip ini ada motivasi pelaksanaan prinsip kesejahteraan yaitu doktrin Islam “hablun min Alah wa hablun min annas”, yaitu aspek ibadah dan aspek mu’amalah. Dengan kata lain, realisasi prinsip kesejahteraan itu semata-mata bertujuan untuk mewujudkan keadilan sosial dalam masyarakat.[34]
















BAB III
PENUTUP


3.1. Kesimpulan
Bahwa politik dalam islam itu tujuan hidup manusia hanya dapat terwujud jika manusia mampu mengaktualisasikan hakikat keberadaannya sebagai makhluk utama yg bertanggung jawab atas tegaknya hukum tuhan dalam pembangunan kemakmuran di bumi agar manusia mewujudkan kehidupan yg sesuai dengan fitrah(sifat asal atau kesucian)nya yg mewujudkan kebajikan atau kebaikan dengan menegakan hukum,memelihara dan memenuhi hak-hak masyarakat dan pribadi,dan pada saat yg sama memelihara diri atau membebaskan diri dari kekejian,kemunkaran dan kesewenangan-wenangan. Untuk itu di perlukan sebuah sistem politik sebagai sarana dan wahana (alat untuk mencapai tujuan). Karena kedudukan manusia di atas muka bumi ini adalah sebagai wakil Allah. Oleh karena itu,dengan kekuasaan yang telah diamanahkan ini,maka manusia hendaklah melaksanakan undang-undang Allah dalam batas yang ditetapkan. Di atas landasan ini,maka manusia bukanlah penguasa atau pemilik tetapi hanyalah khalifah atau wakil Allah yang menjadi Pemilik yang sebenar.
Dan dengan menjalankan Rukun Islam dan Rukun Iman. Sehingga apabila prinsip beragama dalam perspektif konstitusi diartikan secara seimbang antara hak dan kewajiban,maka akan mudah bisa mewujudkan ketertiban hukum,kehidupan yang saling toleransi,dan ketentraman.
Oleh karena itu di dalam islam nilai-nilai yang dianggap luhur yang akan membuka jalan bagi kehidupan yang baik di masa nanti.








CATATAN KAKI:
[17] Termasuk menjalankan kewajiban untuk melaksanakan Rukun Islam. Dijelaskan di dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim yaitu “Islam ditegakkan atas lima perkara yaitu mengesakan Allah, mendirikan shalat, mengeluarkan zakat, berpuasa pada bulan ramadhan dan mengerjakan haji”. Lihat Shahih Buhari Muslim; Hadis-Hadis yang diriwayatkan oleh Dua Ahli Hadis Imam Bukhari dan Imam Muslim, (Bandung,Jabal:2007), Hal. 27.
[18] Lihat Pasal 29 ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
[19] yang mana terdapat penafsiran sebagian kalangan bahwa agama merupakan suatu hak, sehingga dalam menjalankan perintah agama merupakan hak setiap warga, bukan lagi suatu kewajiban.
[20]Hal yang dimaksudkan adalah  Hak asasi harus sesuai dengan kewajiban asasi, sehingga terdapat keseimbangan antara pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban
[21] Lihat Pasal 29 ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Lihat juga QS. Al-Ihlas yang menyatakan bahwasanya Allah adalah Tuhan Yang Maha Esa.
[22] Muhammad Thahir Azhary, Op. Cit. Hal. 195-196.
[23] Beni Ahmad Saebani, Sosiologi Hukum, (Bandung, Pustaka Setia: 2007), Hal. 92-94.
[24] Plato mngemukakan bahwa di dalam masyarakat yang adil, tiap warga negara harus dapat memainkan peran dan fungsi kemasyarakatan yang paling sesuai dengan dirinya demkian juga halnya dalam aset ekonomi peroranan. Lihat Herman Bakir, Filsafat Hukum: Desain dan Arsitektur Kesejarahan, (Jakarta,Refika Adhitama:2007), Hal. 177.
[25] John Rawls menyatakan justice as fairness lihat Pan Mohamad Faiz, Teori Keadilan John Rawls, Jurnal Konstitusi (Jakarta:Setjen dan Kepaniteraa MK:2009), Vol. 6, No.1 Edisi April 2009 Hal. 140.
[26] Achmad Ali menyatakan bahwa di dalam Hukum Islam keadilan bukan persamaan melainkan kesetaraan. Di mana keadilan dicari melalui satu pengkajian seksama dan mendalam. Lebih dari sekedar pengkajian fakta, sehingga keadilan berada tidak dalam ukuran persamaan melainkan kesetaraan. Lihat Achmad Ali, Op. Cit. Hal. 240-241.
[27] Muhammad Thahir Azhary, Op. Cit. Hal. 126. Bandingkan dengan teori keadilan (Theory Justice), bahwa di dalam original position terdapat prinsip persamaan kesempatan (equal opportunity principle), prinsip kebebasan yang sama (equal liberty principle), lihat Pan Mohamad Faiz, Op. Cit. Hal. 141.
[28] Azhary menyebutkan sebaga asas demokrasi yang menjamin persamaan kedudukan dalam hukum, poltik, dan sosial, termasuk hak dan kewajibannya. Lihat Muhammad Bahrul Ulum dan Dizar Al Farizi, Op. Cit. Hal. 89.
[29] Berdasarkan BAB IX Tentang Kekuasaan Kehakiman disebutkan bahwa Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Id samping itu terdapat peradilan agama sebagai tonggak penguat akan eksistensi hukum dan keadilan bagi para pemeluk agama Islam di Indonesia. Lihat Pasal 24 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

[30] Muhammad Thahir Azhary, Op. Cit. Hal. 145. Mengenai hak-hak rakyat lihat juga Muhammad Bahrul Ulum dan Dizar Al Farizi, Op. Cit. Hal. 83-84.
[31] Lihat Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman
[32] Lihat Pasal 24 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
[33] Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, (Yogyakarta, Liberty: 1995), Hal 139.
[34] Muhammad Thahir Azhary, Op. Cit. Hal. 152.


















DAFTAR PUSTAKA

·         Azhary, Muhammad Thahir, 2007. Negara Hukum: Suatu Segi Tentang Prinsip-prinsip Dilihat dari Segi Hukum Islam, Implementasinya Pada Negara Madinah dan Masa Kini. Jakarta: Kencana
·         Hasby, Subky, dkk.2007. BUKU DARAS.PPA Universitas Bramijaya; Malang
·         Yusul Al-Qardhawy, Pedoman Bernegara Dalam Perspektif Islam, Terjemahan dar Judul Aslinya: As-Siyasah Asy-Syari’yah, oleh Kathur Suhadi, Pustaka Al Kautsar, Cet.I, Jakarta,1999.
·         Musda Mulia, Negara Islam – Pemikiran Politik Husain Haikal, Disertasi Doktor, Program Parca Sarjana IAIN Syarif Hidayatullah, Jakarta 1997.
·         Nasution, Adnan Buyung, Aspirasi Pemerintahan Konstitusional di Indonesia, Cet.II, PT Pustaka Utama Grafiti, Jakarta, 2001.
·         Budiardjo, Miriam, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Gramedia, Jakarta, 1991
·         Haryanto, Sistem Politik – Suatu Pengantar, Liberty, Yogyakarta, 1982
·         Maarif, Ahmad Syafii. 1985. Islam dan Masalah Kenegaraan. Jakarta: LP3ES
·         Sudarmanto, YB. 1989. Agama dan Politik Antikekerasan. Yogyakarta: Kanisius
·         Liddle, R. William. 1997. Islam, Politik dan Modernisasi. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan
·         www.google.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar